Luas daratan di Provinsi Maluku adalah 5.418.500 ha yang terdiri dari areal hutan seluas 4.663.346 ha,dan areal tak berhutan seluas 775.154 ha. Areal berhutan seluas 4.663.346 ha tersebut terdiri dari hutan suaka alam (HSA) seluas 475.433, hutan lindung (HL) 779.618 ha, hutan produksi terbatas(HPT) 885.947 ha, hutan produksi(HP) 908.702, hutan konversi (HPK)1.633.646 ha.
Khusus untuk areal hutan produksi dan produksi terbatas, telah dikelola untuk menghasilkan kayu bulat oleh berbagai pihak seperti pengusaha HPH, IUPHHK, maupun masyarakat secara individu serta kelompok usaha (koperasi) dan lainnya dan telah berlangsung sejak awal tahun 1970-an.
Kegiatan pengeksplotasian ini telah memberikan
dampak positif bagi negara pada umumnya dan daerah Maluku khususnya. Dampak positif bagi
negara yaitu perolehan devisa yang cukup besar, bahkan pernah menduduki urutan kedua
penghasil devisa terbesar setelah gas dan minyak bumi. Khusus bagi daerah Maluku hasil
kegiatan eksploitadsi hutan ini telah mampu meningkatkan pendapatan asli daerah yang
selanjutnya digunakan untuk pembangunan daerah Maluku. Namun demikian bukan hanya
dampak positif yang diberikan , tetapi kegiatan pengeksploitasian ini juga memberikan
dampak negatif yang cukup besar.
Dampak negatif yang timbul sebagai akibat dari kegiatan
ini adalah menurunnya potensi sumberdaya hutan, rusaknya ekosistem hutan, mengeringnya
sumber-sumber air yang tercermin dari mengeringnya sungai-sungai di musim kemarau dan
meluapnya aliran sungai di musim hujan, terhamparnya lahan kritis,dan lainnya sehingga
menimbulkan kerusakan yang cukup besar.
Kondisi kerusakan hutan sebagai akibat eksploitasi
sumberdaya hutan terutama kayu bulat, saat ini semakin memprihatinkan. Hal ini
dikarenakan perlindungan areal hutan dan isinya seperti yang diamanatkan dalam Undangundang
dan peraturan pemerintah serta aturan sejenisnya tidak dihiraukan oleh para
pengelola hutan termasuk pemilik hutan (pemerintah dalam hal ini Departemen kehutanan),
yang justru terkadang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan pengrusakan hutan
itu sendiri, serta masyarakat secara individu dan kelompok yang ingin mengeruk keuntungan
dari kegiatan ini. Akibat dari semua kegiatan pengelolaan hutan yang dilakukan tanpa
memperhatikan azas kelestarian ini menyebabkan kawasan hutan di Maluku yang menjadi
rusak telah mencapai 2.762.754 ha (59%) dari total daerah berhutan dan perlu penanganan
secara seksama, (Dinas kehutanan Provinsi Maluku,2007).
Di samping itu masih terdapat areal
di luar kawasan hutan yang juga perlu direhabilitasi seluas 310.071 ha. Untuk mengatasi
permasalahan kerusakan hutan dan dampaknya yang telah disebutkan di atas, maka
pemerintah lewat Departemen Kehutanan telah melaksanakan program rehabilitasi hutan dan
lahan, dengan memanfaatkan dana DAK-DR maupun dana GN-RHL/GERHAN.
Sumber :
http://indonesiaforest.webs.com/deforestasi_semmy.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar